Kamis, 18 September 2014

Allah Mengetahui Yang Ghaib dan Yang Nyata

Ayat 101-106: Tersebarnya kaum munafik di setiap tempat, diterimanya tobat orang-orang yang bertobat, perintah kepada pemerintah Islam untuk memungut zakat, dan dorongan untuk beramal dan tidak bersikap malas

وَمِمَّنْ حَوْلَكُمْ مِنَ الأعْرَابِ مُنَافِقُونَ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ لا تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ (١٠١) وَآخَرُونَ اعْتَرَفُوا بِذُنُوبِهِمْ خَلَطُوا عَمَلا صَالِحًا وَآخَرَ سَيِّئًا عَسَى اللَّهُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (١٠٢) خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ        (١٠٣) أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (١٠٤)وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (١٠٥)وَآخَرُونَ مُرْجَوْنَ لأمْرِ اللَّهِ إِمَّا يُعَذِّبُهُمْ وَإِمَّا يَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (١٠٦

Terjemah Surat At Taubah Ayat 101-106

101. Di antara orang-orang Arab Badui yang (tinggal) di sekitarmu[25], ada orang-orang munafik. Dan di antara penduduk Madinah (ada juga orang-orang munafik), mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Engkau (Muhammad) tidak mengetahui mereka[26], (tetapi) Kami mengetahuinya. nanti mereka akan Kami siksa dua kali[27], kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar[28].
102. Dan (ada pula) orang lain yang mengakui[29] dosa-dosa mereka[30], mereka mencampuradukkan pekerjaan yang baik[31] dengan pekerjaan lain yang buruk[32]. Mudah-mudahan Allah menerima tobat[33] mereka[34]. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[35].
103.[36] Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan[37] dan menyucikan[38] mereka, dan berdoalah untuk mereka[39]. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar[40] lagi Maha Mengetahui[41].
104. [42]Tidakkah mereka mengetahui[43], bahwa Allah menerima tobat hamba-hamba-Nya[44] dan menerima zakat(nya)[45], dan bahwa Allah Maha Penerima tobat[46] lagi Maha Penyayang?[47]
105. Dan Katakanlah[48], "Berbuatlah kamu[49], maka Allah akan melihat perbuatanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin[50], dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan[51].”
106. Dan ada (pula) orang-orang lain yang ditangguhkan sampai ada keputusan Allah; mungkin Allah akan mengazab mereka[52] dan mungkin Allah akan menerima tobat mereka[53]. Allah Maha Mengetahui[54] lagi Mahabijaksana[55].

Allah Mengetahui Yang Ghaib dan Yang Nyata

=================================================================

[25] Maksudnya adalah orang-orang badui yang tingal di sekitar Madinah.
[26] Sehingga tidak bisa menyikapi mereka sesuai kemunafikannya, dan Allah memiliki hikmah yang besar dalam hal tersebut.
[27] Seperti dengan tertimpa kesedihan, duka cita dan dongkolnya hati ketika kemenangan diraih kaum mukmin, atau diazab ketika di kubur. Kata-kata “dua kali” ini bisa juga maksudnya bahwa Allah akan memperkeras siksa-Nya, melipatgandakannya dan mengulang-ulanginya.
[28] Di akhirat.
[29] Mengakui, menyesali, berusaha untuk bertobat dan membersihkan diri dari noda-noda dosa dan maksiat.
[30] Seperti tidak ikut berperang, dsb.
[31] Seperti jihad mereka sebelum itu atau pengakuan mereka terhadap dosa, dsb.
[32] Yaitu tidak ikut berperang. Mereka mengerjakan yang baik dan yang buruk, berani berbuat maksiat dan lalai terhadap kewajiban, namun mengakui kesalahannya dan berharap kepada Allah agar Dia mengampuni mereka.
[33] Tobat dari Allah untuk hamba-hamba-NYa ada dua; diberi-Nya taufik untuk bertobat, dan diterimanya tobat itu dari mereka.
[34] Menurut riwayat, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abu Lubabah dan kawan-kawannya yang mengikat diri mereka di tiang-tiang masjid ketika sampai kepada mereka wahyu yang turun berkenaan dengan orang-orang munafik. Mereka bersumpah, tidak ada yang boleh melepas ikatan mereka selain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membukanya. Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membukanya, mereka kemudian datang membawa hartanya dan berkata, “Wahai Rasulullah, inilah harta kami yang tertinggal darimu, maka sedekahkanlah, bersihkanlah kami dan mintakanlah ampunan untuk kami.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku tidak diperintahkan mengambil hartamu sedikit pun.” Maka Allah menurunkan ayat, “Khudz min amwaalihim shadaqah…dst.” (At Taubah: 103)
Sedangkan selain mereka yang kurang begitu sungguh-sungguh dalam bertobat seperti halnya Abu Lubabah, yaitu Ka’ab bin Malik, Hilal bin Umayyah dan Maraarah bin Rabi’, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersikap diam terhadap mereka dan melarang para sahabat berbicara dan bergaul dengan mereka sampai rasa gelisah menimpa mereka dan bumi yang luas terasa sempit sebagaimana akan disebutkan kisahnya di ayat 118. Mereka bertiga tergolong orang-orang yang ikut perang Badar, sebagian orang ada yang berkata, “Mereka binasa.” Sedangkan yang lain berkata, “Mudah-mudahan Allah mengampuni mereka.” Kepada mereka ditangguhkan keputusan Allah, dan mereka tidak mengetahui; apakah mereka akan diazab atau diberi rahmat sehingga turun ayat 118 tentang diterimanya tobat mereka setelah berlalu 50 malam.
[35] Dia mengampuni dan menyayangi, di mana semua makhluk tidak lepas dari ampunan dan kasih sayang-Nya, bahkan dunia ini tidak akan tetap tanpa keduanya. Di antara ampunan-Nya adalah bahwa orang-orang yang telah berbuat dosa begitu banyak, yakni mereka yang mengisi umur mereka dengan perbuatan buruk, jika mereka bertobat meskipun tobatnya tidak jauh dari hari kematiannya, maka Allah akan memaafkannya dan menghapuskan kesalahannya. Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang mencampur amal saleh dengan amal buruk, di mana ia mengakui dosanya dan menyesalinya berada di bawah rasa cemas dan harap, dan lebih dekat untuk selamat. Adaun orang yang mencampur amal baik dengan amal buruk, namun tidak mengakui kesalahan dan tidak menyesali perbuatannya, bahkan tetap di atas dosa, maka keadaannya sangat mengkhawatirkan.
[36] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan Rasul-Nya dan orang yang menjadi penggantinya, seperti imam kaum muslimin untuk memungut zakat dari kaum mukmin demi membersihkan mereka dan menyempurnakan imannya.
[37] Maksudnya zakat itu membersihkan mereka dari dosa dan akhlak tercela, dari kekikiran, dan dari cinta yang berlebihan kepada harta benda.
[38] Zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan mengembangkan harta mereka.
[39] Yakni untuk kaum mukmin secara umum, dan kususnya kepada mereka yang menyerahkan zakat. Dalam ayat ini terdapat anjuran mendoakan mereka yang membayar zakat, baik oleh imam atau wakilnya, dan sebaiknya diperdengarkan agar hati orang yang menyerahkan zakat merasa tenteram. Ayat ini juga menunjukkan, bahwa dianjurkan menyampaikan kegembiraan di hati orang mukmin dan mendoakannya untuk menenangkan hatinya. Demikian juga agar kita menyemengatkan mereka yang berinfak dan beramal saleh dengan doa, pujian dsb.
[40] Dia mendengar doamu, mendengar yang akan menjadikan-Nya mengabulkan permohonan.
[41] Dia mengetahui keadaan hamba dan niat mereka, membalas masing-masing yang beramal sesuai amalnya dan sesuai niatnya. Terhadap perintah ini, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakannya, Beliau menyuruh para sahabat berzakat dan mengirimkan petugas zakat untuk mengumpulkan zakat dari tempat yang jauh. Apabila ada orang yang datang kepada Beliau membawa zakatnya, maka Beliau mendoakannya.
[42] Pertanyaan ini adalah untuk menetapkan, dan tujuannya agar mendorong mereka bertobat dan bersedekah.
[43] Yakni tidakkah mereka menetahui luasnya rahmat Allah dan meratanya kepemurahan-Nya.
[44] Betapa pun besar dosanya, bahkan sangat gembira dengan tobat hamba-hamba-Nya.
[45] Dia menerima zakat itu dan mengambilnya dengan tangan kanan-Nya lalu mengembangkannya sebagaimana seseorang mengembangbiakkan anak kudanya, bahkan satu kurma bisa menjadi banyak seperti gunung yang besar. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
  مَا تَصَدَّقَ أَحَدٌ بِصَدَقَةٍ مِنْ طَيِّبٍ - وَلاَ يَقْبَلُ اللَّهُ إِلاَّ الطَّيِّبَ - إِلاَّ أَخَذَهَا الرَّحْمَنُ بِيَمِينِهِ وَإِنْ كَانَتْ تَمْرَةً فَتَرْبُو فِى كَفِّ الرَّحْمَنِ حَتَّى تَكُونَ أَعْظَمَ مِنَ الْجَبَلِ كَمَا يُرَبِّى أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ أَوْ فَصِيلَهُ
 “Tidaklah seseorang bersedekah dari yang baik –dan Allah tidak menerima kecuali dari yang baik- melainkan Allah akan mengambilnya dengan tangan kanan-Nya. Jika berupa satu buah kurma, maka akan berkembang di telapak tangan Ar Rahman sehingga besar melebihi gunung, sebagaimana salah seorang di antara kamu membesarkan anak kuda atau anak untanya.” (HR. Muslim)
[46] Ia banyak menerima tobat orang-orang yang bertobat. Oleh karena itu, barang siapa bertobat kepada-Nya, maka Dia akan menerimanya meskipun telah berulang kali melakukan kemaksiatan, dan Dia tidak pernah bosan menerima tobat hamba-Nya, maka janganlah bosan.
[47] Di mana rahmat-Nya meliputi segala sesuatu, dan ditetapkan rahmat itu di akhirat untuk orang-orang yang bertakwa.
[48] Kepada orang-orang munafik.
[49] Sesuka hatimu dan tetaplah di atas kebatilanmu, namun jangan kamu kira, bahwa yang demikian tersembunyi bagi-Nya. Dalam ayat ini terdapat ancaman bagi mereka yang tetap di atas kebatilan, kesesatan dan maksiatnya.
[50] Yakni amalmu akan semakin jelas. Makna ayat ini bisa juga, bahwa amal yang kamu lakukan baik atau buruk, maka Allah mengetahunya, demikian pula Rasul-Nya dan kaum mukmin meskipun tersembunyi.
[51] Dan diberikan balasan.
[52] Dengan mematikan mereka tanpa bertobat.
[53] Mereka adalah Ka’ab bin Malik, Hilal bin Umayyah dan Maraarah bin Rabi’, Mereka tidak ikut berperang bukan karena kemunafikan, tetapi karena malas dan lebih cenderung kepada kehidupan yang menyenangkan.
[54] Keadaan hamba dan niat mereka.
[55] Dia meletakkan sesuatu pada tempatnya, jika hikmah (kebijaksanaan)-Nya menghendaki untuk mengampuni dan menerima tobat mereka, maka Dia akan mengampuni dan menerima tobat mereka, dan jika hikmah-Nya menghendaki untuk membiarkan mereka dan tidak memberi taufik mereka untuk bertobat, maka Dia melakukannya.

See more at: http://www.tafsir.web.id 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar