Jumat, 05 September 2014

Ciri Orang Beriman


Ciri Orang Beriman
Terjemah Surat Al Anfaal Ayat 1-4

1.[1] Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, "Harta rampasan perang itu milik Allah[2] dan Rasul[3] (menurut ketentuan Allah dan Rasul-Nya), maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu[4], dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu orang-orang yang beriman[5]."

2.[6] Sesungguhnya orang-orang yang beriman[7] adalah mereka yang apabila disebut nama Allah[8] gemetar hatinya[9], dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka bertambah (kuat) imannya[10] dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakkal[11],

3. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat[12] dan yang menginfakkan[13] sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.

4. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman[14]. Mereka akan memperoleh derajat (tinggi) di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia[15].

[1] Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya dari Mush’ab bin Sa’ad dari bapaknya, ia berkata, “Ketika telah terjadi peperangan Badar, aku datang membawa pedang, lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah telah mengobati (rasa marah) dadaku kepada kaum musyrik” atau kata-kata seperti itu. Berikanlah untukku pedang ini.” Beliau mejawab, “(Pedang) ini tidak untukku dan tidak untukmu.” Aku pun berkata, “Boleh jadi pedang ini akan diberikan kepada orang yang tidak berbuat seperti yang aku lakukan.” Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya engkau telah meminta kepadaku, sedangkan pedang itu bukan milikku, namun (sekarang) telah jadi milikku, dan ia (pedang itu) adalah untukmu.”, maka turunlah ayat, “Yas’aluunaka ‘anil anfaal.” Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih.”
Abu Dawud juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda pada peperangan Badar, “Barang siapa yang melakukan ini dan itu, maka ia memperoleh ini dan itu dari harta rampasan perang.” Maka para pemuda maju, sedangkan kaum tua memegang panji-panji dan tetap di tempatnya. Ketika Allah memberikan kemenangan kepada mreka, maka kaum tua berkata, “Kami merupakan pembela kamu. Jika kamu mundur, maka kamu akan kembali kepada kami. Oleh karena itu, kamu tidak boleh membawa harta rampasan semuanya, sedangkan kami tidak mengambilnya.” Akan tetapi para pemuda enggan melakukannya, mereka berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjadikannya untuk kami.” Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat, “Yas’aluunaka ‘anil anfaal…dst. Sampai Kamaa akhrajaka Rabbuka min baitika bil haq wa ina fariiqam minal mu’miniina la kaarihuun.” Ia (Ibnu Abbas) berkata, “Hal itu (berangkat ke perang Badar) lebih baik bagi mereka.” Demikian juga (pembagian secara sama antara para pemuda dan kaum tua dan tidak menyelisihi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam) Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Oleh karena itu, taatilah aku. Karena aku mengetahui akhir dari semua ini daripada kamu.”
Kedua sebab ini tidaklah bertentangan, karena mungkin saja ayat tersebut turun berkenaan kedua sebab ini, wallahu a’lam.
[2] Dia memberikannya kepada yang Dia kehendaki, dan tidak ada yang boleh menentangnya, bahkan sikap yang harus kamu lakukan adalah ridha dan menerima yang merupakan pengamalan dari firman-Nya, “Maka bertakwalah kepada Allah.”
[3] Beliau membaginya mengikuti perintah Allah. Ketika itu, Beliau membaginya secara sama rata.
[4] Dengan saling mencintai dan meninggalkan pertengkaran, karena ketika kaum muslimin memperoleh harta rampasan perang, mereka bertengkar, lalu mereka bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bagaimana cara membaginya dan kepada siapakah dibagi?
[5] Karena iman mengajak untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, jika kurang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hal itu disebabkan kekurangan imannya.
[6] Oleh karena iman terbagi menjadi dua bagian; iman yang sempurna yang menjadikan pemiliknya dipuji, disanjung dan memperoleh keberuntungan yang sempurna, dan iman yang kurang, maka pada ayat di atas Alah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan tentang iman yang sempurna.
[7] Maksudnya orang mukmin yang sempurna imannya.
[8] Yakni ancaman-Nya..
[9] Hatinya takut sehingga membuatnya menjauhi larangan Allah dan bertakwa kepada-Nya. Hal itu, karena takut kepada Alah merupakan penghalang terbesar seseorang mengerjakan larangan-larangan Allah dan pendorong utama seseorang mengerjakan perintah-perintah-Nya.
[10] Karena mereka memasang telinganya dan menghadirkan hatinya untuk mentadabburinya sehingga imannya bertambah, tentunya mereka mengetahui makna yang dikandung ayat tersebut, mengingat apa yang telah mereka lupakan, adanya kecintaan kepada kebaikan, rindu dengan keutamaan dari sisi Allah, takut terhadap siksa-nya dan menghindari maksiat, semua ini dapat menambah imannya.
[11] Mereka bersandar kepada Alah dalam mendatangkan maslahat dan menghindarkan madharrat dan yakin kepada-Nya.
[12] Yang wajib maupun yang sunat disertai sikap khusyu’ (hadirnya hati dan diamnya anggota badan).
[13] Baik infak yang wajib (seperti zakat, kaffarat, menafkahi anak dan istri, orang tua, dan budak yang dimiliki) maupun yang sunat (seperti sedekah di semua jalan-jalan kebaikan).
[14] Karena mereka menggabung antara Islam dengan iman, antara amalan batin dengan amalan zhahir (nampak), antara ilmu dengan amal, antara hak Allah dan hak hamba-hamba Allah. Ayat ini menunjukkan, bahwa sepatutnya seorang hamba memperhatikan imannya dan menguatkannya, yang di antara caranya adalah dengan mentadabburi (memikirkan) kitab Allah dan memperhatikan maknanya.
[15] Di surga, yaitu yang Allah siapkan untuk penghuni surga berupa sesuatu yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga dan belum pernah terlintas di hati manusia.

www.tafsir.web.id



Tidak ada komentar:

Posting Komentar