Jumat, 10 Oktober 2014

Talaq

Tafsir At Thalaq Ayat 1-12
Surah At Thalaq (Talak)

Surah ke-65. 12 ayat. Madaniyyah

  بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-3: Beberapa ketentuan tentang talak dan ‘iddah.


  يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلا يَخْرُجْنَ إِلا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا (١) فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (٢) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (٣)

Terjemah Surat Ath Thalaq Ayat 1-3

1. Wahai Nabi![1] Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka[2] hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)[3] dan hitunglah waktu iddah itu[4] serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu[5]. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahnya[6] dan janganlah diizinkan keluar[7] kecuali jika mereka mengerjakan perbuatan keji yang jelas[8]. Itulah hukum-hukum Allah[9], dan barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, maka sungguh dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri[10]. Kamu tidak mengetahui barangkali setelah itu Allah mengadakan suatu ketentuan yang baru[11].
2. Maka apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya[12], maka rujuklah mereka dengan baik[13] atau lepaskanlah mereka dengan baik[14] dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil[15] di antara kamu[16] dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah[17]. Demikianlah pengajaran itu diberikan bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat[18]. [19]Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya[20].
3. Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barang siapa bertawakkal kepada Allah[21], niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya[22]. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu[23].

===============================================================

[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman kepada Nabi dan kaum mukmin.
[2] Janganlah segera mentalak ketika ada sebabnya tanpa memperhatikan perintah Allah sebagaimana diterangkan dalam lanjutan ayat ini.
[3] Maksudnya, istri-istri itu hendaklah ditalak diwaktu suci sebelum dicampuri. Jika ditalak dalam keadaan haidh, maka ia tidak menghitung dengan haidh yang dijatuhkan talak ketika itu dan masa ‘iddahnya semakin lama karenanya, demikian pula jika mentalaknya dalam keadaan suci yang telah dijima’i, maka tidak aman terhadap kehamilannya sehingga tidak jelas dengan iddah yang mana yang harus ia jalani.
[4] Yakni hitunglah dengan haidh jika wanita itu haidh atau dengan bulan jika ia tidak haidh dan tidak hamil, yang di antara manfaatnya adalah agar kamu dapat merujuknya sebelum habisnya. Menghitungnya terdapat pemenuhan terhadap hak Allah, hak suami yang menalak, hak orang yang akan menikahinya setelahnya dan hak wanita dalam hal nafkah dsb. Jika ‘iddahnya telah dihitung, maka keadaannya dapat diketahui, kewajiban yang wajib dipenuhinya serta haknya juga diketahui. Perintah menghitung masa ‘iddah ini tertuju kepada suami dan kepada istrinya jika istrinya mukallaf (sudah baligh dan berakal), jika belum maka tertuju kepada walinya.
[5] Yakni taatilah perintah-Nya dan jauhilah larangan-Nya dalam semua urusan serta takutlah kepada-Nya dalam hal hak istri yang ditalak.
[6] Selama masa ‘iddah, bahkan mereka (kaum wanita) harus tetap di rumah suaminya yang mentalaknya.
[7] Yakni mereka tidak boleh keluar dari rumah itu. Larangan mengeluarkannya adalah karena tempat tinggal wajib ditanggung suami untuk istrinya agar ia menyempurnakan ‘iddahnya di rumah itu yang menjadi salah satu haknya. Di samping itu, keluarnya istri dapat menyia-nyiakan hak suami dan tidak menjaganya. Larangan mengeluarkan istri dari rumah ini berlangsung terus sampai sempurna ‘iddahnya.
[8] Yang dimaksud dengan perbuatan keji di sini ialah mengerjakan perbuatan-perbuatan pidana seperti zina sehingga ia keluar untuk ditegakkan had terhadapnya, atau berkelakuan tidak sopan terhadap mertua, ipar, dan sebagainya yang layak untuk dikeluarkan seperti menyakiti dengan kata-kata dan perbuatan. Termasuk pula apabila seorang wanita bersikap nusyuz (durhaka) kepada suaminya. Dalam kondisi seperti ini, mereka boleh dikeluarkan karena ia yang menyebabkan dirinya berhak dikeluarkan. Memberikan tempat tinggal ini apabila talaknya talak raj’i (masih bisa rujuk), adapun dalam talak ba’in, maka istri tidak berhak mendapatkan tempat tinggal, karena tempat tinggal mengikuti nafkah, sedangkan nafkah wajib diberikan kepada wanita yang ditalak raj’i, bukan dilatak ba’in.
[9] Yang telah ditetapkan dan disyariatkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya serta diperintahkan-Nya mereka untuk tetap memperhatikannya.
[10] Dengan menyia-nyiakannya keberuntungan yang diperolehnya jika mengikuti hukum-hukum Allah, yaitu kebaikan di dunia dan akhirat.
[11] Suatu hal yang baru maksudnya keinginan dari suami untuk rujuk kembali apabila talaknya baru dijatuhkan sekali atau dua kali. Ini adalah salah sau hikmah disyariatkannya ‘iddah. Hikmah lainnya adalah bahwa masa ‘iddah adalah masa menunggu untuk diketahui kosong rahimnya.
[12] Hal itu, karena apabila mereka telah keluar dari masa ‘iddah, maka suami tidak ada kesempatan memilih untuk menahan (merujuk) atau menceraikan.
[13] Tidak bermaksud membahayakan istri, menimpakan keburukan dan mengekangnya.
[14] Yakni dengan tidak melakukan perbuatan yang dilarang, tidak mencaci-maki, bertengkar dan memaksa istri agar memberikan harta yang telah menjadi miliknya.
[15] Yang muslim dan adil, karena mengangkat saksi dapat menutup pintu pertengkaran dan menutup sikap menyembunyikan dari keduanya sesuatu yang mesti dijelaskan.
[16] Untuk rujuk atau talaknya.
[17] Yakni tegakkanlah persaksian itu sesuai keadaan yang sebenarnya tanpa kurang tanpa lebih, dan niatkanlah untuk mencari keridhaan Allah, serta tidak memperhatikan kerabat karena kedekatannya atau kawan karena disenanginya.
[18] Yang demikian karena orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir mengharuskannya segera sadar terhadap nasihat Allah, menyiapkan amal saleh yang bisa dilakukannya untuk akhirat, berbeda dengan orang yang iman telah berpindah dari hatinya, maka ia tidak peduli terhadap perbuatannya yang disiapkan untuk akhirat baik atau buruk, dia juga tidak memuliakan nasihat-nasihat Allah.
[19] Oleh karena talak terkadang membuat seseorang merasakan kesempitan, kesedihan dan penderitaan, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan untuk bertakwa kepada-Nya, dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah baik dalam masalah talak maupun lainnya, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan membukakan jalan keluar baginya. Oleh karena itu, apabila seseorang ingin mentalak, lalu ia menjatuhkannya sesuai syariat, yaitu menatuhkannya sekali tidak pada masa istri haidh atau masa suci yang telah dicampuri, maka urusannya tidak akan sempit, bahkan Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberikan celah dan jalan keluar agar ia dapat merujuk istrinya jika ia menyesal melakukan talak.
[20] Karena Al ‘Ibrah bi ‘umuumil lafzh laa bikhushuusis sabab (Yang dijadikan patokan adalah umumnya lafaz; bukan khususnya sebab), maka orang yang bertakwa kepada Allah dan mengutamakan keridhaan Allah dalam semua keadaannya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan membalasnya di dunia dan akhirat. Di antara sekian balasannya adalah Allah Subhaanahu wa Ta'aala berikan jalan keluar dari setiap kesulitan dan kesempitan. Sebagaimana orang yang bertakwa kepada Allah, akan dibukakan jalan keluar baginya, maka orang yang tidak bertakwa kepada Allah, akan terjatuh ke dalam kesempitan, beban dan belenggu yang sulit keluar dan lolos darinya. Digunakan talak sebagai contohnya, karena jika seorang tidak bertakwa kepada Allah dalam masalah talak, misalnya ia menjatuhkan talak dengan cara yang diharamkan seperti langsung tiga kali, maka ia tentu akan menyesal dengan penyesalan yang tidak mungkin dapat dikejar lagi.
[21] Dalam urusan agama dan dunianya, yaitu dengan bersandar kepada Allah dalam mendatangkan manfaat dan menolak madharrat serta percaya kepada-Nya dalam mewujudkan semua itu.
[22] Jika urusannya dalam tanggungan Allah Subhaanahu wa Ta'aala Yang Mahakaya, Mahaperkasa lagi Maha Penyayang, maka keperluannya sangat mudah sekali terpenuhi, akan tetapi terkadang hikmah ilahi menghendaki perkara itu ditunda sampai waktu yang tepat. Oleh karena itu, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya.” Yakni qadha’ dan qadar-Nya pasti terlaksana.
[23] Dia telah menentukan waktunya dan ukurannya, tidak lebih dan tidak kurang.

http://www.tafsir.web.id/

Ide Posting dari Ustadz Faisal 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar