Zubair bin Awwam bin Khuwailid
radhiyallahu ‘anhu, putra dari bibi Rasulullah yang bernama Shafiyah binti
‘Abdil Muthalib. Saat itu usianya masih delapan tahun. Akan tetapi, iman tidak
membedakan antara anak kecil dan orang dewasa, karena iman hanya akan masuk ke
dalam hati yang suci dan bersih.
Seperti biasa terjadi
di Makkah saat itu, dimana seseorang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
akan merasakan berbagai macam siksaan dan penderitaan, maka Zubair pun jatuh ke
dalam “api” siksaan yang pedih itu. Ketika paman Zubair mengetahui keislamannya,
sang paman pun memasukkan tubuh Zubair ke dalam lipatan tikar yang terbuat dari
dedaunan, lalu menyalakan api di bawah gulungan tikar tersebut
hingga asap
tebal pun naik ke atas. Hal ini menyebabkan Zubair hampir meninggal dunia
karena merasa sesak nafas. Akan tetapi, dia tidak akan pernah kembali kepada
“api” kekufuran setelah dia dibina di dalam “surga” iman. Maka, api yang telah
dinyalakan oleh sang paman itu pun terasa olehnya seperti sebuah naungan yang menaunginya.
Sungguh, cahaya iman telah menerangi hatinya, sehingga dia pun tidak lagi
peduli dengan berbagai penderitaan dan siksaan yang dihadapinya saat berjuang
di jalan Allah . Maka suara keras pun terdengar dari mulut Zubair guna membalas
ajakan pamannya itu. Dia berkata, “ Demi
Allah, aku tidak akan kembali lagi kepada kekufuran untuk selama-lamanya.”